Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri
maupun kepentingan orang lain dan tidak untuk diperjual belikan (perdagangkan).
Karena kebutuhan konsumen akan barang dan jasa sangat beraneka ragam, konsumen
bisa dapat memiliki kebebasan untuk memilih nama produk yang akan dikonsumsi
atau dibeli, disamping itu globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung
kemajuan teknologi dan informatika.
Konsumen dapat
membeli barang atau jasa produksi dalam negri maupun luar negri. Sedangkan
terkadang para konsumen kurang akan kesadaran haknya yang masih rendah. Oleh
karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dibuat, dimaksudkan untuk
menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah atau lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
©
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri
©
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
©
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
©
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi
©
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha
©
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan
konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
©
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
©
Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
©
Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
©
Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
©
Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Konsumen mempunyai
hak untuk memilih barang atau jasa serta menadapatkan barang dan jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Konsumen
juga memiliki hak untuk diperlakukan atau dilayani dengan baik, benar, jujur,
sopan tidak deskriminatif berdasarkan suku, daerah, agama, budaya, pendidikan,
kaya, miskin, dan status social lainnya.
Dapat kita ambil
dari contoh kasus yang yang pernah terjadi, yang sempat ramai diperbincangkan :
Posted on 15 Oktober 2008 by aries kurniawan
AKHIR-akhir ini, media
massa lokal di Batam menyoroti tentang kenaikan tarif listrik sebesar 14,8
persen yang diberlakukan pada 1 Oktober 2008 sesuai dengan Keputusan Menteri
ESDM. Masyarakat khususnya dunia usaha pun mengajukan keberatan atas kenaikan ini.
Bahkan, kalangan pengelola mall pun mengeluh dengan kenaikan tarif ini maka
dunia usaha khususnya di bidang pusat perbelanjaan bisa gulung tikar.
Alasannya, komponen biaya produksi listrik mencapai 70 persen.
Pusat perbelanjaan Mega Mal Batam Centre (MMBC) misalnya. mal yang berada di depan pelabuhan internasional Batam Center ini harus mengeluarkan biaya listrik mecapai Rp750 juta setiap bulannya. ‘’Jika tarif kenaikan ini dilaksanakan maka pengelola harus menanggung kenaikan lebih 50 persen dari sebelumnya,’’ ujar Vice President MMBC, Peter AT.
Pusat perbelanjaan Mega Mal Batam Centre (MMBC) misalnya. mal yang berada di depan pelabuhan internasional Batam Center ini harus mengeluarkan biaya listrik mecapai Rp750 juta setiap bulannya. ‘’Jika tarif kenaikan ini dilaksanakan maka pengelola harus menanggung kenaikan lebih 50 persen dari sebelumnya,’’ ujar Vice President MMBC, Peter AT.
Sesuai dengan penjelasan
UU No 8 tahun 1999 tercantum tentang Perlindungan Konsumen, pengertian konsumen
akhir adalah konsumen yang menggunakan barang atau jasa secara langsung tanpa
diperjualbelikan kembali atau dipergunakan sebagai komponen produksi.
Di dalam kasus
diatas perlu kita catat beberapa point yang harus dipahami, yaitu adanya
ketidak adilan terhadap konsumen tentang pelayanan PT.PLN yang kurang memuaskan
selama ini di batam.
Banyak
pengaduan-pengaduan dari para pengusaha sampai ke masyarakat kecil, tentang
banyaknya pelanggaran pelanggaran yang telah dilakukan oleh pihak PT.PLN karena
mereka hanya bisa menjanjikan dan hasil dari perjanjian mereka(PT.PLN) terhadap
para pengusaha sampai ke masyarakat kecil tidak terbukti alias tidak terlaksana
atas perjanjian itu.
Sehingga, membuat
para masyarakat di batam kecewa atas pelayanan PT.PLN yang kurang maksimal dan
semakin memburuk. Mereka mempertanyakan “mengapa tarif dasar listrik naik terus
tetapi, hampir setiap hari mati lampu?” .
Ini yang harus kita
catat bahwa , pelayanan PT.PLN harus mengambil tindakan tegas untuk
menyelesaikan persoalan ini. Seharunya PT.PLN jangan menguntungkan atas dasar
diri sendiri. Sebab, apabila masyarakat batam ingin menuntut PT.PLN dengan
alasan alasan diatas maka, PT.PLN akan dikenakan UUPK(undang-undang
perlindungan konsumen no.8 tahun 1999 dan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat
(1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.) dan akan
dikenakan pasal berlapis hukum perdata.
Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen (UU PK), juga ditegaskan bahwa tentang tarif atau harga tidak menjadi objek perlindungan konsumen. Yang menjadi objek adalah tentang cara menjual pelaku usaha. Artinya, tentang kenaikan tarif listrik bukan menjadi objek hukum perlindungan konsumen.
Namun, jika PT Pelayanan Listrik Nasional (PLN) memberikan pelayanan yang kurang maksimal, maka konsumen dapat melakukan tuntutan kepada PT PLN. Misalnya, jika PT PLN menjanjikan listrik tidak akan padam lebih dari dua jam sehari, maka jika terjadi pemadaman lebih dari dijanjikan maka konsumen dapat melakukan tuntutan materiil.
Sedangkan tuntutan imateriil tidak dapat dilakukan atas kasus ini. Contohnya, atas padamnya aliran listrik maka saya kehilangan kontrak Rp 1 miliar (satu miliar rupiah) karena tidak dapat menggunakan komputer untuk melaksanakan kontrak.
Berarti PT PLN telah melakukan tindakan secara sepihak tanpa kesepakatan antara kedua belah pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar