aat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di
Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat
yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan
hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum
di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan
masyarakat, baik dari dalam negri maupun luar negri. Dari sekian banyak bidang
hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang
bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dibandingkan
dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang
paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan
di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Sebab hukum pidana bukan
hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana,
tetapi juga meliputi semua proses dan sistem peradilan pidana. Proses peradilan
berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada
penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan hukuman itu
sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini
banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya yang sangat amat
buruk, atau perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Di awal tahun 2012 ini,
kita dapat mengatakan semua institusi penegak hukum dalam proses pidana
mendapat sorotan yang tajam.
Dari kepolisian
kita akan mendengar banyaknya kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap seorang
tersangka yang dilakukan oknum polisi pada saat proses penyidikan. Terakhir
perihal kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Institusi
kejaksaan juga tidak luput dari bahan bincangan, dengan tidak bisa membuktikannya
kesalahan seorang terdakwa di pengadilan, bahkan terakhir muncul satu kasus
dimana jaksa gagal melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum yang baik
setelah surat dakwaannya dinyatakan tidak dapat diterima. Adanya surat dakwaan
yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa tersebut
telah menjalankan tugasnya dengan tidak profesioanal dan bertanggung jawab.
lucunya, tidak diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena hampir
sebagian besar tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan tanda
tangan palsu. Akhirnya proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan) untuk
diputus apakah terdakwa bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang dianggap
sebagai ujung tombak untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak luput
juga dari gunjingan/bahan bincangan dari para tokoh masyarakat. Banyaknya
putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat telah menyebabkan adanya
berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum. Banyaknya kekecewaan
terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya isu mafia peradilan
yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman tersebut. Institusi yang
seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama pimpinan tertingginya
sebagai salah satu mafia peradilan. Meskipun kebenarannya sampai saat ini belum
terbukti, namun kasus ini menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga
yang tidak dipercaya oleh masyarakat. Jika kita sudah tidak percaya lagi pada
pengadilan, pada institusi mana lagi kita akan meminta keadilan di negri ini?
Mafia peradilan
ternyata tidak hanya menyeret nama hakim semata, tetapi justru sudah merebak
sampai pegawai-pegawainya. Panitera pengadilan yang tugasnya tidak memutus
perkara ternyata juga tidak luput dari jerat mafia suap. Bahkan kasus suap ini
telah menyeret beberapa nama sampai ke pengadilan. Lebih lucunya lagi, mafia
ini juga sampai ke tangan para wakil rakyat yang ada di kursi pemerintahan.
Sungguh lucu sekali kenyataan yang kita lihat sampai saat-saat ini, yang
semakin membuat bopak wajah hukum Indonesia.
Uraian di atas
menunjukkan betapa rusaknya hukum di Indonesia. Mungkin yang tidak mendapat
sorotan adalah lembaga pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang
mengamatinya. Tetapi lembaga ini sebenarnya juga tidak dapat dikatakan
sempurna. Lembaga yang seharusnya berperan dalam memulihkan sifat para warga
binaan (terpidana) ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat dari kapasitasnya menjadikan
nasib narapidana juga semakin buruk. Mereka tidak tambah sadar, tetapi justru
belajar melakukan tindak pidana baru setelah berkenalan dengan narapidana
lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan yang sesungguhnya bertujuan
untuk merehabilitasi/membina terpidana. Bahkan fakta yang ada hari ini,
beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri dengan merubah
hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang tujuh.
Keprihatinan
yang mendalam tentunya melihat reformasi hukum yang masih berjalan lambat dan
belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Tidaklah berlebihan jika
dikatakan bahwa pada dasarnya apa yang terjadi akhir-akhir ini merupakan
ketiadaan keadilan yang dipersepsi masyarakat (the absence of justice).
Ketidak adaan keadilan ini merupakan akibat dari pengabaian hukum (diregardling
the law), ketidakhormatan pada hukum (disrespecting the law),
ketidakpercayaan pada hukum (distrusting the law) serta adanya
penyalahgunaan hukum (misuse of the law). Sejumlah masalah yang layak
dicatat berkenaan dengan bidang hukum antara lain:
1. Sistem peradilan yang dipandang kurang independen dan
imparsial
2. Belum memadainya perangkat hukum yang mencerminkan
keadilan sosial
3. Inkonsistensi dalam penegakan hukum
4. Masih adanya intervensi terhadap hukum
5. Lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat
6. Rendahnya kontrol secara komprehensif terhadap
penegakan hukum
7. Belum meratanya tingkat keprofesionalan para penegak
hukum
8. Proses pembentukan hukum yang lebih merupakan power
game yang mengacu pada kepentingan the powerfull daripada the needy.
Selain
lembaga-lembaga yang telahh disebut di atas masih ada lembaga lain yang terkait
dengan penegakan hokum di Indonesia yaitu Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah
Konstitusi merupakan lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Keberadaan MK yang didasarkan pada UU 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
menjadi salah satu kontrol atas peran DPR yag berperan sebagai lembaga
legislative.
Mekanisme control ini diwujudkan dengan kewenangannya
untuk melakukan uji materil atas Undang-Undang yang dibuat oleh DPR. Seperti
telah disebut di atas bahwa ada kalanya pembuatan Undang-Undang yang ada di
Indonesia tidak dilakukan dalam rangka mewujudkan keadilan, sehingga perlu
adanya suatu kontrol untuk menilai apakah Undang-Undang tersebut bertentangan
dengan UUD 1945. Sampai hari ini kiranya MK telah menjalankan tugasnya dengan
baik sebagai garda penjaga konstitusi. Sebagai penafsir konstitusi yang
tertinggi, apapun yang diputuskan oleh MK memang harus diikuti, terlepas dari
perdebatan yang ada di MK dalam menilai suatu perkara. Dalam tugas lain juga
saya menilai MK dapat berperan dengan baik, ini karena tugas MK yang senantiasa
terkait dengan penafsiran terhadap UUD 1945 dan selama ini senantiasa berpegang
teguh pada pendiriannya tanpa terpengaruh oleh pihak lain. Hal yang perlu
diperbaiki dalam kaitannya dengan MK adalah terkait dengan hukum acara MK. Yang
belum jelas. Artinya perlu diabuatkan suatu UU yang mengatur tata cara
berperkara di MK, mengingat selama ini pengaturannya masih menggunakan pedoman
dari MK
Konsep Reformasi Hukum
Setelah melihat kondisi hukum yang terpuruk tersebut maka tidak ada kata lain selain terus mengedepankan reformasi hukum yang telah digagas oleh bangsa ini. Kegiatan reformasi Hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan antara lain:
1. Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan
pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
2. Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas dan
tidak memihak.
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme control yang efektif.
Pada dasarnya reformasi hukum harus menyentuh tiga
komponen hukum yang disampaikan oleh Lawrence Friedman yang meliputi:
1. Struktur Hukum, dalam pengertian bahwa struktur hukum
merupakan pranata hukum yang menopang sistem hukum itu sendiri, yang terdiri
atas bentuk hukum, lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta
kinerja mereka.
2. Substansi Hukum, dimana merupakan isi dari hukum itu
sendiri, artinya isi hukum tersebut harus merupakan sesuatu yang bertujuan
untukmenciptakan keadilan dan dapat diterapkan dalam masyarakat.
3. Budaya Hukum, hal ini terkait dengan profesionalisme
para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran
masyarakat dalam menaati hukum itu sendiri.
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum
tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain:
1. Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum
yang ada termasuk sumber daya manusianya yang berkualitas.
2. Perumusan kembali hukum yang berkeadilan.
3. Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan
kasus-kasus pelanggaran hukum.
4. Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum;
5. Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap hukum.
6. Penerapan konsep Good Governance.
Selain
pencegahan, pengejaran dan pengusutan kasus-kasus korupsi, pemerintah harus
terus berusaha mengejar aset dan memulihkan kerugian negara. Disamping itu,
pemerintah juga harus tetap melanjutkan upaya serupa untuk mengatasi aksi
terorisme dan bahaya lainnya yang dapat memecahbelah keutuhan NKRI serta
mencegah berkembangnya radikalisme dan juga meningkatkan pemberantasan segala
kegiatan ilegal, mulai dari penebangan liar (illegal Logging), penangkapan ikan
liar (illegal fishing) hingga penambangan liar (illegal mining), baik yang
lokal maupun yang transnasional. Dari semua itu kiranya korupsi yang akan
menjadi sebuah bahaya laten harus menjadi prioritas utama untuk diberantas.
Melihat kenyataan, bahwa penegakan hukum di Indonesia tidak akan mengalami
kemajuan yang begitu pesat, tetapi kemajuan itu akan tetap ada. Hal ini
terlihat dari komitmen pemerintah untuk mewujudkan penegakkan hukum dengan
didukung oleh aparat penegak hukum lainnya. Kasus mafia peradilan yang
akhir-akhir ini banyak disorot masyarakat akan menjadikan penegak hukum lebih
berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Meskipun saat ini kepercayaan
masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah. Keberanian
lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi penegakan hukum.
Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan menjadi hal yang
mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya penegakan hukum di
indonesia serta kurangnya pemahaman tentang arti dan pokok-pokoknya hukum
dibumi pertiwi ini. Akankah tahun 2012 ini penegakkan hukum akan menjadi lebih
baik ?
Kemungkinan tidak,karena lemahnya iman serta kesadaran
sumber daya manusia terhadap peraturan-peraturan yang ada dan tidak adanya para
intelek kita yang kurang memahami tentang apa arti hukum yang sebenarnya.
|
Senin, 19 Maret 2012
Penegakkan Hukum di Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar